Minggu, 03 Juli 2011

Arbitrasi


SEMA Soal Arbitrase Syariah

[hukum online.com,]



"Perdebatan soal eksekusi putusan badan arbitrase syariah nasional di pengadilan negeri atau pengadilan agama akan segera berakhir."


Perdebatan terkait eksekutorial putusan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sepertinya akan segera terjawab. Mahkamah Agung (MA) telah menyiapkan beleid berupa Surat Edaran MA (SEMA) yang siap untuk ditandatangani. Hal ini untuk menjawab keraguan apakah Pengadilan Agama (PA) punya kewenangan mengeksekusi putusan Basyarnas atau tidak.

Dalam sebuah seminar pertengahan tahun lalu, Direktur Bank Syariah Mandiri Hanawijaya berpendapat PA tidak berwenang sebagai lembaga eksekutorial terhadap putusan Basyarnas. “Sesuai UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berwenang menjadi lembaga eksekutorial adalah Pengadilan Negeri,” katanya.

Pasal 61 UU No. 30/1999 menyebutkan dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Ketentuan ini berlaku bagi putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Basyarnas dan lembaga arbitrase lainnya. Baik yang kelembagaan maupun arbiter individual.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Muda Perdata Agama MA Andi Syamsu Alam menyatakan bahwa MA perlu mengeluarkan beleid soal wewenang PA dalam mengeksekusi putusan Basyarnas.

Andi tak asal berbicara. Janjinya tersebut pun sudah hampir terealisasi. Dihubungi hukumonline, Andi menyatakan draft SEMA yang mengatur hal itu sudah disiapkan. “Dalam salah satu rapat minggu lalu yang dipimpin oleh Wakil Ketua MA bidang Yudisial Marianna Sutadi itu memutuskan bahwa akan dikeluarkan SEMA,” tuturnya, Senin (22/9). “SEMA keluar tergantung kapan Bu Marianna menandatangani,” tambahnya.

Andi sempat membocorkan sedikit isi SEMA yang siap untuk ditandatangani itu. “Baik pendaftaran putusan Basyarnas maupun eksekusinya itu kewenangan Peradilan Agama,” tegasnya. Ia mengatakan SEMA ini memiliki dasar yang kuat, yaitu UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 55 UU itu menegaskan persoalan ekonomi syariah merupakan kewenangan Pengadilan Agama.

Meski SEMA akan segera keluar, masih ada hakim agung yang berpendapat eksekusi putusan Basyarnas merupakan wewenang Pengadilan Negeri (PN). Hakim Agung Susanti Adi Nugroho memaparkan pendapat pribadinya itu kepada hukumonline. Ia beranggapan penyelesaian seluruh perkara arbitrase berada di tangan PN. Dasarnya adalah tetap UU 30/1999.

Ia menyatakan bila ada keinginan memindahkan kewenangan tersebut ke PA maka perlu direvisi UU 30/1999. “UU nya harus direvisi,” tegasnya. Sehingga, lanjutnya, akan menjadi jelas mana yang menjadi kewenangan PA secara teknis. “Nanti yang ke PA yang mana?” imbuhnya.

Pengaturan lebih lanjut mutlak diperlukan. Pasalnya, menurut Susanti sengketa bisa saja melibatkan perbankan syariah dengan perbankan konvensional. “Kalau seperti ini bagaimana?” tanyanya.

Andi coba meluruskan kekeliruan berpikir terkait penggunaan UU 30/1999 sebagai tameng. Ia mengingatkan sebuah pasal dalam UU No 3 Tahun 2006 Jo. UU No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Pasal 54 menyebutkan “Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini”.

Andi memang coba menegaskan bahwa pengaturan eksekutorial putusan Basyarnas dalam SEMA tak menabrak hukum acara yang ada. Ia juga mencoba memberi penafsiran terhadap pasal itu. “Jadi bila HIR dan Rbg berbicara tentang PN, semuanya itu dicangkok sama PA,” pungkasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar